BAB I
LATAR BELAKANG
Perkembangan
ekonomi yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis barang dan/atau jasa yang
dapat dikonsumsi. Barang dan/atau jasa tersebut pada umumnya merupakan barang dan /atau jasa yang sejenis maupun yang bersifat komplementer
satu terhadap yang lainnya. Bervariasinya produk yang semakin luasnya dan
dengan dukungan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, jelas terjadi
perluasan ruang gerak arus transaksi
barang dan/atau jasa yang ditawarkan secara variatif, baik yang berasal dari
produksi domestik maupun yang berasal dari luar negeri. Hukum
Perlindungan Konsumen merupakan cabang hukum yang bercorak Universal. Sebagian besar perangkatnya diwarnai hukum asing, namun kalau dilihat
dari hukum positif yang sudah ada di Indonesia ternyata
YLKI bersama dengan BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional) membentuk Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Namun Rancangan Undang-Undang ini ternyata belum dapat memberi hasil, sebab pemerintah mengkhawatirkan bahwa dengan lahirnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi. Pada awal tahun 1990-an, kembali diusahakan lahirnya Undang-undang yang mengatur mengenai perlindungan konsumen. Salah satu ciri pada masa ini adalah pemerintah dalam hal ini Departemen Perdagangan sudah memiliki kesadaran tentang arti penting adanya Undang-undang Perlindungan Konsumen.
YLKI bersama dengan BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional) membentuk Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Namun Rancangan Undang-Undang ini ternyata belum dapat memberi hasil, sebab pemerintah mengkhawatirkan bahwa dengan lahirnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi. Pada awal tahun 1990-an, kembali diusahakan lahirnya Undang-undang yang mengatur mengenai perlindungan konsumen. Salah satu ciri pada masa ini adalah pemerintah dalam hal ini Departemen Perdagangan sudah memiliki kesadaran tentang arti penting adanya Undang-undang Perlindungan Konsumen.
RUMUSAN MASALAH :
1. Bagaimanakah
sejarah pelindungan hukum konsumen dalam islam ?
2. Bagaimanakah
sejarah hukum konsumen dalam Internasional ?
3. Bagaimanakah
perkembangan hukum konsumen di Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
DALAM ISLAM
Perlindungan atas Konsumen merupakan
hal yang sangat penting dalam hukum Islam.Islam melihat sebuah perlindungan
konsumen bukan sebagai hubungan keperdataan semata melainkan menyangkut
kepentingan publik secara luas, bahkan menyangkut hubungan antara manusia
dengan Allah SWT. Dalam konsep hukum Islam perlindungan atas tubuh berkait
dengan hubungan vertikal (Manusia dengan Allah) dan horizontal (Sesama
manusia).
Dalam Islam melindungi manusia dan
juga masyarakat sudah merupakan kewajiban negara sehingga melindungi konsumen
atas barang-barang yang sesuai dengan kaidah Islam harus diperhatikan.
Menurut hemat penulis didalam islam tidak
ada sejarah pergerakan perlindungan konsumen seperti yang terdapat di Indonesia
maupun Barat dan juga tidak ada aturan secara eksplisit menyebut istilah
konsumen, namun bila kita cermati beberapa ayat Al-Quran dan Hadits Nabi
Muhammad Saw., maka secara tidak langsung kita akan menemukan beberapa ayat
maupun hadits yang sifatnya sedikit mengarah kepada perlindungan konsumen.
1. Tentang Riba
“Allah memusnahkan riba dan
menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam
kekafiran, dan selalu berbuat dosa”
“Dan disebabkan mereka memakan riba,
padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka
memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”.
Hadits No. 850:
Jabir Radliyallaahu’anhu berkata:
Rasulullah Saw melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya dan dua
orang saksinya. Beliau bersabda: “Mereka itu sama”. (Riwayat
Muslim).
2. Tentang Jual
Beli
Hadits No. 849:
“Ibnu Umar RA berkata: ada seseorang
mengadu kepada Rasulullah Saw bahwa ia tertipu dalam jual beli. Lalu beliau
bersabda : “Jika engkau berjual-beli katakanla: Jangan melakukan tipu daya”. (Muttafaq
Alaihi).
Dari beberapa ayat Al-Quran dan
Hadits Nabi Muhammad SAW., yang kami tuliskan diatas memberikan indikasi bahwa
didalam islam terdapat aturan tentang perlindungan konsumen walaupun tidak
secara langsung menggunakan istilah
konsumen.
B.
Sejarah
Perlindungan Konsumen Tingkat Internasional
Sejarah perkembangan
perlindungan konsumen di indonesia tidak bisa dilepaskan dengan perkembangan
gerakan konsumen konsumen dinegara lain. Dalam artian bahwa pergerakan untuk
memperjuangkan nasib para konsumen di negara negara lain khususnya di eropa dan
amerika banyak mendorong inspirasi dan menggeloraka semangat negara kita untuk
memperjuangkan hal yang sama bagi para konsumennya.
Sejarah pergerakan perlindungan
konsumen, dapat di bagi dalam empat tahap perkembangan. Keempat tahapan itu
dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Kurun
pertama, yakni mulai tahun 1881 hingga 1914
Dalam
kurun ini muncul suatu kesadaran masyarakat untuk melakukan gerakan
memperjuangkan perlindungan konsumen. Kurun ini boleh dikatakan ditandai dengan
terpicunya kesadaran demikian setelah terbitnya karya novelis upton sinclair
dengan judul the jungle. Karya ini melukiskan bagaimana suatu pabrik pengolahan
daging di amerika serikat secara acuh tidak menghiraukan standar-standar
kesehatan yang seharusnya tetap dijaga oleh pemilik industri.
2. Kurun
kedua, yakni mulai tahun 1920 hingga 1940
Dalam
kurun ini kembali suatu novel muncul yang mampu menggugah kesadaran konsumen.
Karya novel itu dikarang oleh chase dan schlink yang berjudul your money’s
worth. Berdasarkan gambaran gambaran novel ini, masyarakat konsumen mulai
terhenyak dari kekurangsadarannya selama ini bahwa mereka sebagai konsumen
memiliki hak yang patut dalam masalah komoditi yang dibeli. Di sinilah muncul
slogan yang berbunyi : “fair deal, best buy!”
3. Kurun
ketiga, dari tahun 1950 hingga 1960
Pada
tahun 1950an terbit suatu keinginan untuk menghimpun perlunya gerakan
perlindungan konsumen secara internasional. Pada dasawarsa inilah kemudian
berdiri sebuah organisasi konsumen bertaraf internasional bernama international
organization of consumer union (IOCU),
dengan prakarsa dari wakil wakil para konsumen dari amerika serikat, inggris,
belanda, australia dan belgia. Organisasi ini berdiri pada 1 april 1960.[1]
4. Kurun
keempat, masa setelah tahun 1965
Masa
ini disebut sebagai masa pemantapan gerakan perlindungan konsumen karena
ditandai dengan tumbuhnya secara mantap beberapa organisasi dengan tumbuhnya secara
mantap beberapa organisasi perlindungan konsumen, ditingkat negara, regional
dan internasional. Hingga kini dibentuk lima kantor regional, yakni dicile
untuk wilayah amerika latin dan karibia, malaysia untuk wilayah asia dan
pasifik, zimbabwe untuk wilayah afrika, inggris untuk wilayah eropa dan tengah,
dan london untuk wilayah negara negara maju.
Negara Amerika
Serikat, dalam sejarah kehidupan berkonsumen, diawali dengan kebiasaan tatkala
mereka masih berada di Inggris. Di inggris sendiri pada waktu itu, telah diatur
perlindungan bagi pembeli roti dan ale, yakni sejenis anggur sesuai dengan
peraturan gereja. Pada waktu itu, di Inggris telah berlaku ketentuan sesuai common law, dimana pengadilan menghukum
para pedagang yang melakukan destabilisasi harga, menurunkan mutu barang atau
mengubah timbangan atau takaran yang sudah ditentukan.
Selanjutnya,
dapat dicatat bahwa pada tahun 1563, diberlakukan The Statute of Apprentices
yang pada dasarnya mengatur tentang upaya preventif atas praktik penipuan
terhadap konsumen, dan sekaligus pula mengatur diterapkannya suatu standar
kualitas bagi barang-barang yang diperdagangkan. Pengadilan perdata juga
dijadikan sebagai sarana mempertahankan hak-hak hukum konsumen, terutama
menyangkut transaksi sesuai hukum kontrak dan tort.
Sebagai negara
yang menganut sistem peradilan common law
dari Inggris, putusan-putusan hakim juga sangat berpengaruh kepada pengakuan
hak-hak perlindungan konsumen. Antara lain putusan hakim Holmes dalam kasus
Lochner vs Municipal New York pada tahun 1905 yang mengatakan bahwa sebuah
konstitusi negara tidak dimaksudkan menganut suatu teori ekonomi khusus, apakah
itu dalam hubungan paternalisme atau organik dari warga kepada masyarakat atau
kepada Laissez fair. Dalam kasus
McPherson vs Buick Motor Company, tahun 1916, yang dengan berani dan tegas
tentang perlunya suatu perlindungan bagi konsumen yang seringkali mengalami
kesulitan membuktikan kesalahan berada dipihak produsen.
Perkembangan
cukup penting dapat dicatat tentang langkah-langkah negara ini mengantisipasi
praktik periklanan yang tidak sehat. Pemerintah Federal pada tahun 1914
mengeluarkan sebuah regulasi dibidang periklanan, yang disebut dengan The
Federal Trade Commision Act yang juga didukung dengan sebuah badan pengawasan
independen, yang pada intinya undang-undang ini melarang praktik-praktik
persaingan curang dalam perdagangan.
Perkembangan
riset yang dilakukan untuk mendukung perlindungan konsumen, yaitu merupakan
hasil suatu riset yang kemudian mempengaruhi secara luar biasa rakyat dan
pengambilan keputusan di Amerika Serikat yang dilakukan Ralph Nader pada tahun
1966. Hasil riset tersebut kemudian dipublikasikan luas yang pada intinya
menyatakan bahwa sebagian besar kendaraan bermotor yang dihasilkan industri
dinegara itu mengabaikan keselamatan para pengendaranya.
General Motors
sebagai perusahaan otomotif besar terpaksa mengalami pukulan berupaya untuk
menangkis secara tidak simpatik, namun tidak menggoyahkan tekad Nader membela
para konsumen. Hasil riset yang gemilang itu, Nader kemudian merintis suatu
jaringan luas dalam rangka perjuangan konsumen, meliputi berbagai kalangan
terutama para ahli hukum, kaum akademisi, parlemen, penulis, pemerintah dan
mahasiswa.
Hasil kerja
perjuangan Ralph Nader, berlangsung atau tidak, ternyata saat ini publikasi
tentang perjuangan hak-hak konsumen telah sedemikian luasnya, antara lain
Consumers Newsweek, Of Consuming Interest, Media and Consumer, Changing Times.[2]
Tetapi yang paling mengesankan dari sejarah konsumen di Amerika Serikat ialah
atensi dan kepedulian dari beberapa kepala negaranya yang cukup tinggi untuk
menciptakan prinsip-prinsip penting atas perlindungan konsumen.
Presiden JF
Kennedy terkenal dengan empat hak yang dirumuskan, yakni:
1. Hak
untuk mendapatkan keamanan
2. Hak
untuk mendapatkan informasi
3. Hak
untuk memilih
4. Hak
untuk didengar.
Keempat hak ini kemudian diakui
secara internasional, termasuk oleh IOCU.
Kemudian
LB Johnson, pengganti Presiden Kennedy, selain mengingatkan kembali tentang
keempat konsep hak di atas, juga memperkenalkan konsep Product warranty dan Product
liability. Pada tahun 1966 Presiden Johnson berhasil mengajukan sebuah
rancangan undang-undang tentang lending
charges dan packaging practices,
yang disetujui Kongres pada masing-masing tahun 1967 dan 1968.[3]
C.
Sejarah
Perjuangan Konsumen di Indonesia
Rangkai waktu
perlindungan konsumen dinegara Indonesia, lebih banyak didekati dari aspek
perkembangan produk hukum yang ada, termasuk pada zaman Hindia Belanda.
Tentunya fase-fase perkembangan demikian, tidak disangkal akan adanya pengaruh
perkembangan kehidupan konsumen diluar negeri.
·
Masa zaman Hindia Belanda
·
Masa setelah Kemerdekaan hingga tahun
1967
·
Masa tahun 1967 hingga 1974
·
Masa tahun 1974 hingga sekarang.
1. Masa
Zaman Hindia Belanda
Pada
masa zaman Hindia Belanda, upaya perlindungan konsumen telah tampak melalui rumusan
pasal-pasal dari berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Meskipun
misalnya rumusan-rumusan yang ada tersebut tidak secara eksplisit menyebut
istilah konsumen, produsen atau pelaku usaha, namun secara hakiki objek
pengaturannya adalah berkaitan pula terhadap konsumen atau pihak pelaku usaha.
Pengaturan
tentang perlindungan konsumen pada zaman ini dapat dilihat antara lain pada:
(1). Burgerlijk Wetboek (BW), yakni kitab Undang-undang Hukum Perdata. (2). Wetboek
van Strafsrecht (WvS), yakni kitab Undang-undang Hukum Pidana. (3). Wetboek van
Koophandel (WvK), yakni kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).
Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dan Kitab Undang-undang Hukum
Dagang (Wetboek van Koophandel), keduanya berlaku di Hindia Belanda tanggal 1
Mei 1848 berdasarkan Staatsblad No. 23 Tahun 1847. Kedua kitab Undang-undang
ini dulunya hanya berlaku bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan. Namun,
saat ini berlaku di Indonesia dengan segala penyesuaiannya bagi semua golongan
penduduk. Daya ikat KUHPerdata menjadi berkurang tatkala dengan keluarnya SEMA
No. 3 Tahun 1963.
Beberapa
hal yang diatur tentang persoalan konsumen adalah tentang hak dan kewajiban
dalam melakukan sesuatu perjanjian atau transaksi, yang diletakkan dalam Buku
III Van Verbintennissen (tentang Perikatan). Dimuat tentang subjek-subjek hukum
dari perikatan, tentang risiko jenis-jenis perkatan tertentu, syarat-syarat
pembatalannya dan berbagi bentuk perikatan yang dapat diadakan.
Dalam
perikatan yang timbul karena perjanjian, tidak dipenuhi atau dilanggarnya
butir-butir perjanjian itu setelah dipenuhinya syarat-syarat tertentu, dapat
mengakibatkan terjadinya wanprestasi. Berdasarkan adanya wanprestasi, pihak
yang dirugikan karena wanprestasi itu berhak menggugat ganti rugi, biaya, dan
bunga.[4]
Dalam
kaitannya dengan keberlakuan kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) dapat
dilihat pada pasal 1319 KUHPdt. Pasal ini mengatakan bahwa: “Semua perjanjian,
baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak mempunyai nama tertentu,
tunduk kepada ketentuan-ketentuan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang
lalu”.
Dalam
Pasal 1 KUHD:”Kitab Undang-undang hukum perdata berlaku juga bagi hal-hal yang
diatur dalam kitab Undang-undang ini”.
Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafsrecht)yang berlaku secara
unifikasi di Indonesia tahun 1918, dalam pasal-pasalnya mengatur tentang
kepentingan konsumen , sekalipun dalam rumusan pasal-pasal itu tidak ada
menyebut kata konsumen atau pelanggan. Pasal-pasal dimaksud ialah pasal 204,
pasal 205, pasal 359, pasal 360, pasal 382 bis, pasal 383, pasal 390.[5]
2. Masa
Kemerdekaan Sampai Tahun 1967
Gerakan
kepedulian tentang nasib konsumen di Indonesia dalm kurun waktu ini belum
tampak jelas. Akan tetapi, jika dilihat baik dari sudut perkembangan legislasi
maupun kepedulian pengadilan, terlihat tanda-tanda perkembangan tentang adanya
kesadaran perlindungan konsumen sebagaimana kenyataan berikut ini:
a. Dari
sudut Legislasi
Dari sudut
peraturan perundang-undangan dapat dilihat beberapa produk perundangan yang
sudah dibuat seperti, dibawah ini:
·
Undang-undang No. 10 Tahun 1961 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti. Undang-undang No. 1 Tahun 1961
tentang Barang menjadi Undang-undang. Undang-undang ini dimaksudkan untuk
menguasai dan mengatur barang-barang apapun yang diperdagangkan di Indonesia.
Dalam Pasal 2 ayat 4 UU ini ditentukan tentang pemberian nama dan atau
tanda-tanda menunjuk pada label dari barang bersangkutan.
Dengan nama atau
tanda-tanda tersebut dapat dilihat asal, sifat, susunan bahan, bentuk dan
banyaknya serta kegunaannya. Pelanggaran ketentuan ini berarti dapat disebut
sebagai tindakan pidana ekonomi.
·
PP No. 9 Tahun 1964 tentang Standar
Industri. PP ini merupakan peraturan pelaksanaan dari UU No. 10 Tahun 1961,
yang pada intinya mengatur tentang cara mendesain dan mengolah bahan-bahan
untuk industri, menetapkan jenis, bentuk, ukuran, mutu atau pengamanan
barang-barang industri, serta mengatur tentang mencoba, menganalisis, memeriksa
dan menguji hasil-hasil industri.
·
Undang-undang No. 1 Tahun 1964 tentang
Penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang No. 6 Tahun 1962 tentang
Pokok-pokok perumahan. UU ini sudah dibarui setelah diundangkannya UU No. 16
Tahun 1985 tentang Rumah susun, beserta PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah susun
sebagai peraturan organiknya.[6]
b. Dari
Sudut Perkembangan Yurisprudensi
Dalam kurun
periode ini terdapat perkembangan yurisprudensi yang bervariasi tentang
kepentingan konsumen. Sebagai contoh dapat dikemukakan melalui kasus-kasus
berikut ini:
·
Kasus perikatan atas transaksi jual beli
barang dalam Putusan Mahkamah Agung Tanggal 27 Agustus 1958 No. 314 K/Sip/1957
antara Go To Liong (pembeli) menggugat Oei Tjoe (penjual).
·
Kemudian kasus perjanjian sewa beli
(huurkoop overeenkomst)9 antara NV Handel Maatshcappij I’Auto sebagai penggugat
vs GG Jordan sebagai tergugat. Jika Pengadilan Negeri Surabaya dalam putusannya
tidak dapat menerima gugatan tersebut dengan pertimbangan, perjanjian sewa beli
adalah perjanjian jual beli dengan pembayaran secara angsuran, maka Pengadilan
Tinggi berpendapat bahwa selama pembayaran angsuran belum lunas, pemilikan
masih tetap berada pada penjual. Oleh karenanya keadaan memaksa (overmacht)
yang didalilkan tergugat tidak dapat diterima karena saatv pengambilan
kendaraan itu oleh Jepang adalah diluar saat cicilan harus dilunasi. Disini
Peradilan banding menerima gugatan penggugat. Mahkamah Agung berpendapat bahwa
putusan pengadilan tinggi telah memberikan penilaian bahwa telah terbukti
menurut perjanjian sewa beli, risiko hilangnya barang karena overmacht menjadi
tanggung jawab penyewa beli. Penilaian suatu perjanjian mengenai suatu
kenyataan (feitelijkheid), keberatan pemohon kasasi semacam ini tidak dapat
dipertimbangkan oleh hakim yang hanya memberikan pertimbangan
keberatan-keberatan mengenai hukum dan dalam perkara ini tidak ada hukum yang
dilanggar.[7]
3. Kurun
Periode Tahun 1967 hingga 1974
Periode
ini ditandai dengan hadirnya investasi yang amat pesat di Indonesia, baik
dilakukan secara joint venture maupun
melalui investasi dalam negeri. Keren investasi secara pesat dibuka setelah
dikeluarkannya Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing (PMA) berdasarkan UU
No. 1 Tahun 1967 dan Undang-undang tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
berdasarkan UU No. 11 Tahun 1968. Pada periode ini pemerintah Orde Baru lebih
menitikberatkan ekonomi sebagai sektor utama dalam merintis pembangunan.
Dalam
kurun waktu ini masyarakat konsumen semakin sadar akan kepentingan dan
hak-haknya untuk mendapatkan produk yang aman dan bebas dari
kecurangan-kecurangan para produsen. Organisasi konsumen berdiri dengan nama
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) didirikan sesuai dengan akta
pendiriannya dihadapan Notaris GHS Lumban Tobing tanggal 11 Mei 1973.
YLKI
berdiri tatkala sekelompok kecil masyarakat yang pada mulanya hanya
mempromosikan produk Indonesia. Pada saat itulah timbul ide untuk mendirikan
organisasi konsumen setelah melihat kenyataan-kenyataan bagaimana konsumen
menderita sebagai silent victim tanpa
ada yang menyuarakan, membela dan peduli atas kerugian-kerugian mereka.
YLKI
boleh dikatakan mempunyai pengaruh yang cukup berarti dan suaranya kemudian
banyak dipertimbangkan pengambil keputusan dikala menyangkut hal-hal yang
merugikan konsumen baik yang menyangkut kesehatan maupun nasib ekonomi rakyat
seperti kenaikan harga, tarif listrik, BBM, tol, telepon, dan sebagainya.
Organisasi
ini banyak memiliki cabang diseluruh Indonesia. YLKI aktif sekali dalam seminar
atau diskusi baik secara nasional maupun internasioanal dan sangat gigih
memperjuangkan perlunya RUU tentang konsumen dan hasilnya ialah diundangkannya
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
4. Masa
Tahun 1974 Hingga Sekarang
Masa
ini boleh dikatakan sebagai kurun waktu yang paling progresif bagi gerakan
perlindungan konsumen di Indonesia. Bukan saja karena kurun sekarang,
pembangunan Indonesia telah mencapai perkembangan yang terpesat dari
kurun-kurun sebelumnya dimana sempat dicanangkan bahwa diantara rentang kurun
ini sempat dicanangkan era tinggal landas pada akhir dekade 90an pada masa
rezim Soeharto.
Tetapi
tidak dapat dicatat pula bahwa pada kurun waktu inilah mulai nampak
dampak-dampak dari kebijakan pembangunan periode sebelumnya tatkala negara kita
mencanangkan ekonomi industri kapitalis. Suara-suara pencemaran lingkungan
terdengar dimana-mana dipenjuru pelosok, kerusakan-kerusakan sumber-sumber alam
terjadi diberbagai tempat dan dibidang perlindungan konsumen semakin dirasakan
bagaimana para produsen tidak jarang menjadikan para konsumen sebagai objek
keserakahan ekonominya. Ada tiga hal yang menandai kurun waktu ini, yakni:
·
Bermunculan organisasi atau lembaga
swadaya masyarakat.
Kurun ini tumbuh
berbagai organisasi swadaya (LSM) dibidang konsumen diseluruh Indonesia sebagai
reaksi atas munculnya berbagai problema sosial dibidang konsumen. Kini ada
sedikitnya 22 organisasi perlindungan konsumen di Indonesia, 12 diantaranya
terdapat di Jakarta.
Terdapat pula berbagai
bidang khusus perlindungan seperti dalam bidang konsumen perumahan, konsumen telepon,
konsumen transportasi, konsumen listrik, konsumen migas, konsumen obat-obatan.
Organisasi-organisasi ini sudah lama berdiri YLKI di Jakarta, tampil umumnya
diberbagai ibukota provinsi seperti Bandung, Surabaya, Medan, Semarang,
Palembang, Ujungpandang dengan variasi aktivitas.
Seperti penelitian atau
pengkajian tentang produk-produk yang dipasarkan, aktif melakukan diskusi dan
pendidikan dan penerangan kepada masyarakat, melakukan kegiatan advokasi dan
membuka konsultasi hukum dalam hal perlindungan konsumen.
Keaktifan organisasi
konsumen Indonesia dalam perjuangan konsumen, menjadikan dari Indonesia
terpilih, yakni Erna Witoelar sebagai Presiden International Organization of Consumers Unions (IOCU).
·
Tumbuhnya Kebijakan Hukum
Kurun ini ditandai pula
dengan hadirnya kebijakan hukum dan peraturan perundang-undangan cukup banyak
diproduksi pada kurun masa ini untuk melindungi konsumen dalam berbagai sektor.
Terutama ialah:
a. UU
No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
b. UU
No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
c. UU
No 5 tahun 1984 tentang perindustrian.
d. UU
No 23 Tahun 1985 tentang ketenagalistrikan
e. UU
No 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
f. UU
No 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil.
Kurun
kelahiran UUPK
Kurun
ini merupakan kurun sejarah yang amat penting, dengan lahirnya undang undang No
8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (UUPK). UU no 8 tahun 1999
diundangkan pada tanggal 20 april 1999 melalui lembaran negara no 42 tahun
1999. Menurut pasal 65, UU ini baru mulai berlaku satu tahun sejak diundangkan.
UU
boleh dikatakan mempunyai makna yang sangat ganda bagi perlindungan konsumen
sebagai suatu produk hukum utama yang dapat menjadi umbrella provision bagi
ketentuan perlindungan konsumen. UU ini merupakan kebanggaan bagi para pejuang
pejuang konsumen karena dari sejak lama mereka sudah menunggu-nunggu hadirnya
sebuah undang undang konsumen. Keistimewaan dari UU ini menurut hemat penulis
adalah karena:
§ Muatannya
komprehensif.
§ Seluruhnya
mengatur tentang kepentingan perlindungan konsumen.
§ Memuat
sarana-sarana yang berfungsi untuk memberdayakan konsumen seperti hak-hak
konsumen, kewajiban para produsen, dilarangnya mencantumkan klausul baku pada
dokumen atau perjanjian institusi perlindungan konsumen nasional
§ Diakuinya
lembaga swadaya masyarakat konsumen
§ Dibentuknya
kelembagaan pengawasan konsumen
§ Adanya
lembaga “Peradilan Intern” konsumen
§ Dimungkinkannya
kelembagaan penyelesaian sengketa diluar pengadilan (alternative dispute
resolution)
§ Diintrodusirnya
sistem class actions dan legal standing dalam hukum acara peradilan untuk
sengketa konsumen.
UU
ini dilengkapi dengan berbagai paket peraturan pelaksanaanya, yakni :
§ Peraturan
pemerintah no 57 tahun 2001 tentang badan perlindungan konsumen nasional (BPKN)
§ Peraturan
pemerintah no 58 tahun 2001 tentang pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
perlindungan konsumen
§ Peraturan
pemerintah no 59 tahun 2001 tentang lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat
§ Keputusan
presiden no 90 tahun 2001 tentang pembentukan badan penyelesaian sengketa
konsumen di medan, palembang, jakarta pusat, jakarta barat, bandung, semarang,
yogyakarta, malang, surabaya, dan Makassar.’
Mengingat usia UU dan
berbagai peraturan pelaksananya tersebut yang masih muda, maka berbagai
kalangan seperti instansi perdagangan, perindustrian, kesehatan, dan instansi
terkait lainnya, para relawan konsumen (LSM), kelompok advokasi konsumen, masih
sangat dituntut aktivitasnya untuk mensosialisasi dan mengimplementasikan
“barang baru” ini, sehingga kelihatan dayagunanya di tengah masyarakat.
BAB
III
KESIMPULAN
Sejarah perkembangan
perlindungan konsumen di indonesia tidak bisa dilepaskan dengan perkembangan
gerakan konsumen konsumen dinegara lain. Dalam artian bahwa pergerakan untuk
memperjuangkan nasib para konsumen di negara negara lain khususnya di eropa dan
amerika banyak mendorong inspirasi dan menggeloraka semangat negara kita untuk
memperjuangkan hal yang sama bagi para konsumennya.
Rangkai
waktu perlindungan konsumen dinegara Indonesia, lebih banyak didekati dari
aspek perkembangan produk hukum yang ada, termasuk pada zaman Hindia Belanda.
Tentunya fase-fase perkembangan demikian, tidak disangkal akan adanya pengaruh
perkembangan kehidupan konsumen diluar negeri.
· Masa
zaman Hindia Belanda
· Masa
setelah Kemerdekaan hingga tahun 1967
· Masa
tahun 1967 hingga 1974
· Masa
tahun 1974 hingga sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
1.Nasution Az: Konsumen dan Hukum; Pustaka sinar
Harapan, Jakarta, 1995.
2.Nasution Az: Hukum Perlindungan Konsumen, Suatu
pengantar; Penerbit Daya Widya, 1999.
3.Syawal, Husni: Hukum Perlindungan Konsumen;
Penerbit Mandor Maju, Bandung, 2000
4.Shidarta: Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia,
Penerbit Grasindo, 2000
[1]
International organization of consumer union (IOCU), setelah tahun 1995,
organisasi ini berganti nama menjadi consumer international (CI) yang kini
berpusat di london
[2]
Shidarta : opcit halaman 39
[3]
Aw troe legal standingtrup
[4]
Az nasution : hukum perlindungan konsumen, suatu pengantar, penerbit daya widya
hal 76
[5]
Shidarta : opcit hal 82-83
[6]
Hingga kini dalam kuh perdata belum diatur tentang huurkoop overeenkomst dan
merupakan hukum kebiasaanyang di praktikkan dalam perdagangan.
[7]
Az nasution : opcit hal 96-97
mantap...
BalasHapus