BAB I
PENDAHULUAN
Semenjak konferensi GATT pertama di
selenggarakan di jenewa tahun 1948 merupakan tonggak sejarah untuk pertama kali
negara peserta menyepakati untuk mengurangi hambatan dalam perdagangan
internasional melalui upaya penurunan tarif masuk.Hal ini membuktikan bahwa
negara” dunia yang terlibat dalam perdagangan internasional telah bersepakat
untuk tidak melakukan perlawanan produk dalam negri dengan cara menghalangi
masuknya bahan dari negara lain. Upaya penurunan tarif masuk dilakukan terus
menerus melalui berbagai konferensi perdagangan internasional.
Terlepas dari masih adanya
kontroversi tentang perdagangan bebas, dari sudut hukum bahwa ratifikasi yang
dilakukan pemerintah indonesia terhadap WTO merupakan suatu fakta hukum yang
terbemtukl atas dasar kemauan politik pemerintah untuk mendorong sistem
perdagangan bebas yang tidak dapat di hindari. Perubahan ini terutama
disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan treknologi yang semakin cepat
meluas sejalan dengan perubahan dalam sikap dan fikiran manusia yang semakin
maju. Sebagain akibat dari proses perubahan tersebut, bangsa bangsa harus
bekerjasama baik dalam tataran global maupun regional.
Menghadapi
sikap diskriminatif dari negara-negara maju terhadap import dari negara-negara
berkembang, premerintah indonesia hendaknya lebih berperan untuk menekankan
adanya pengaturan multilateral sebagaimana memuat GATT yang didasarkan pada
prinsip-prinsip ekonomi yang dalam hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan
bangsa dapat ditingkatkan melalui perdagangan bebas serta melandaskan asas
nondiskriminasi.
Dukungan
indonesia terhadap sistem perdagangan yang terbuka yang telah berlangsung sejak
1980an. Semenjak dua puluh tahun terakhir, ekonomi indonesia dapat disebut
sebagai dasa warsa reformasi.
RUMUSAN
MASALAH :
1. Bagaimana
peran pemerintah dalam mengantisipasi perdagangan bebas ?
2. Bagaimana
pro dan kontra terhadap pasar bebas ?
3. Langkah-langkah
apa saja yang harus diambil pemerintah dalam mengantisipasi pasar bebas ?
BAB
II
PEMBAHASAN
PERAN PEMERINTAH DALAM
MENGANTISIPASI PASAR BEBAS
A.
Hubungan
Pemerintah Dengan GATT dan WTO
Indonesia
mengakui bahwa sejak tahun 1948 aturan-aturan GATT telah terbukti mempunyai
peranan besar dalam mengembangkan perdagangan internasional. Manfaat yang
dirasakan indonesia dari pengaturan GATT adalah keberhasilan dalam mengembangkan
ekspor, terutama ekspor nonmigas. Indonesia telah menjadi anggota GATT sejak
awal, sebagai mana negara yang memiliki kondisi khusus, memerlukan perlakuan
yang berbeda. Secara utuh ini berarti kewajiban yang lebih lemah dalam membuat
konsensi disatu pihak dan hak atas konsesi yang lebih akomodatif dari negara
industri. Secara formal, perlakuan khusus dalam diferensial bagi negara
berkembang merupakan bagian dari GATT, khusunya bagian IV GATT 1947. Akan
tetapi sacara material sistem preferensi umum merupakan satu-satunya produk
kongkrit dalam kaitan ini.[1]
Menghadapi
sikap diskriminatif dari negara-negara maju terhadap impor dari negara-negara
berkembang, indonesia menekankan perlunya pengaturan perdagangan multilateral
sebagaimana dimuat di GATT.[2]
Dalam menjalankan fungsi-fungsinya, ada beberapa prinsip utama yang dipakai
oleh GATT. Huala Adolf menyebutkan bahwa ada 6 prinsip yang
digunakan GATT yaitu Most-Favoured-Nation (MFN), National
Treatment, Prinsip Larangan Restriksi Kuantitatif, Prinsip Perlindungan
melalui Tarif, Prinsip Resiprositas, dan Prinsip Perlakuan Khusus bagi Negara
sedang Berkembang. Dalam kaitan dengan prinsip-prinsip tersebut, dikenal juga
Kaidah Dasar Minimum (Minimum Standards), Kaidah Dasar Tindakan Pengaman
dengan Klausul Penyelamat (Safeguards and Escape Clause), Kaidah Dasar
mengenai Penyelesaian Sengketa secara Damai, Kaidah Dasar Kedaulatan Negara
atas Kekayaan Alam, Kemakmuran dan Kehidupan Ekonominya, dan Kaidah Dasar
Kerjasama Internasional.
Pertama,
Prinsip Most-Favoured-Nation(MFN). Prinsip ini menekankan bahwa
suatu kebijakan perdagangan negara harus dilaksanakan atas dasar
nondiskriminatif. Menurut prinsip ini, semua negara anggota terikat untuk
memberikan negara-negara lainnya perlakuan yang sama dalam pelaksanaan dan
kebijakan impor dan ekspor serta yang menyangkut biaya-biaya lainnya. Namun
demikian, ada beberapa pengecualian terhadap prinsip ini. Salah satu pengecualiannya
disebutkan dalam pasal XXIV yang mengatur bahwa jika ada anggota-anggota GATT
yang membentuk suatu Custom Union atau Free Trade Area,
maka anggota-anggota GATT tersebut tidak harus memberikan perlakuan yang sama
kepada negara anggota lainnya.
Kedua, Prinsip National
Treatment. Dalam prinsip ini, negara anggota diwajibkan untuk memberikan
perlakuan yang sama atas barang-barang impor dan lokal, paling tidak setelah
barang impor memasuki pasar domestik. Ketiga, Prinsip Larangan
Restriksi Kuantitatif. Prinsip ini melarang adanya pembatasan kuantitatif
terhadap ekspor-impor dalam bentuk apapun.Keempat, Prinsip Perlindungan
melalui Tarif. Prinsip ini menekankan bahwa GATT hanya memperkenankan tindakan
proteksi terhadap industri domestik melalui tarif dan tidak melalui upaya-upaya
perdagangan lainnya.
Kelima, Prinsip Resiprositas. Prinsip ini berlaku dalam
perundingan-perundingan tarif yang didasarkan atas hubungan timbal balik yang
saling menguntungkan kedua belah pihak. Prinsip ini sering mengalami hambatan
dalam pelaksanaannya dikarenakan adanya perbedaan tingkat perekonomian
antarnegara, terutama antara negara maju dengan negara berkembang. Sebagai
contoh, negara maju ingin mendapat keringanan bea masuk seperti yang diberikan
negara tersebut kepada negara sedang berkembang. Padahal, daya saing negara
berkembang tidak sekuat negara maju. Oleh karena itu, pelaksanaan prinsip ini
harus diimbangi oleh itikad baik dari negara-negara maju untuk membantu
perkembangan perdagangan internasional negara-negara berkembang, dengan
memberikan perlakukan-perlakuan khusus.
Keenam, Prinsip Perlakuan Khusus bagi Negara sedang
Berkembang. Prinsip ini berfungsi sebagai dasar hukum bagi negara maju untuk
memberikan Generalized System of Preferences (GSP atau Sistem
Preferensi Umum) kepada negara-negara sedang berkembang. Dari semua prinsip
tersebut, ada sebuah prinsip lain yang disebut Prinsip Transparansi (Transparency),
yang mewajibkan negara-negara anggota GATT untuk bersikap terbuka/transparan
terhadap berbagai kebijakan perdagangannya, sehingga memudahkan para pelaku
usaha melakukan kegiatan perdagangan.[3]
B. PRO
DAN KONTRA TERHADAP PERDAGANGAN BEBAS
Dengan
terbentuknya kawasan perdagangan bebas ASEAN (ASEAN Free Trade
Area) merupakan tantangan besar bagi Indonesia terutama dalam memposisikan
para produsen atau pelaku usaha lokal atau domestik agar sejajar dengan para
para pelaku usaha dari lainnya dalam menghadapi pasar bebas, baik di kawasan
regional ASEAN maupun di luar ASEAN. Kemudian semenjak 1 Januari tahun
2010 terbentuk pula kawasan perdagangan bebas China-ASEAN (China-ASEAN Free
trade Area/CAFTA). Adanya kawasan pasar bebas tersebut diharapkan dapat
meningkat pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama peningkatan ekspor non
migas.
Tidak dapat dihindari bahwa kontraversi tentang
perdagangan bebas masih ada di kalangan para ahli, baik yang berasal dari
negara lain maupun dari dalam negeri sendiri, antara lain Sri Edi Swasono dalam
Nursalam Sianipar misalnya menilai bahwa :
a.
Pasar bebas akan menggagalkan cita-cita mencapai
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b.
Pasar bebas dapat mengganjal cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
c.
Pasar bebas tidak mampu memihak kepada bekas kaum
Inlander (kaum terjajah) yang jauh di bawah martabat kaum Eropah dan Timur
Asing.
d.
Pasar bebas menutup hak demokrasi ekonomi rakyat, yang
miskin tanpa daya beli akan menjadi penonton belaka, berada di luar pagarpagar
transaksi ekonomi.
e.
Pasar bebas melahirkan swastanisasi yang memberikan
cabang-cabang produksi yang penting banegara dan menguasai hajat hidup orang
banyak ke tangan partikelir dan asing.
f.
Pasar bebas
mencari keuntungan ekonomi. Pasar bebas menggeser, dan menggusur rakyat dan
tanah dan usaha-usaha ekonominya,
g.
Pasar bebas
memperkukuh ketimpangan struktural, lantas mendorong ter-bentuknya polarisasi
sosial ekonomi, memperenggang persatuan nasional.
h.
Pasar bebas
melihat sistem ekonomi subordinasi yang ekploitatif dan diskriminatif terhadap
yang lemah.
i.
Kemudian pasar
bebas mengacau pikiran kita, melumpuhkan misi-misi mulia dan mendorng lidah
kita bicara palsu, membabi buta anti subsidi, anti proteksi demi efisiensi yang
jarang memberi manfaat bagi si lemah.
Pendapat tersebut tampaknya termasuk ke dalam paham
yang tidak menyetujui negara-negara berkembang terlalu terlibat dalam
perdagangan bebas karena hanya akan lebih menyengsarakannya. Pendapatnya juga
sangat nasionalistik tanpa menghiraukan hasil-hasil konkret yang telah dicapai
negara-negara di dunia yang telah mengikuti perdagangan bebas.
Penerapan
liberalisasi ekonomi yang tercermin melalui perdagangan internasional, bagi
negara-negara berkembang ternyata banyak mengundang masalah, terutama
menyangkut kesiapan pelaku ekonomi dalam berkompetisi. Demikian pula dengan
kesiapan perangkat hukum sebagai penunjang atas berlakunya liberalisasi
perdagangan belum menampakkan supremasinya. Hal ini merupakan persoalan yang
paling krusial bagi negara berkembang terutama mengenai eksistensi liberalisasi
ekonomi yang dipercaya mampu menciptakan kemakmuran yang optimal bagi
masyarakat. Selogan
pasar bebas, perdagangan bebas, deregulasi, privatisasi dan liberalisasi,
bertujuan untuk memaksimalkan kebebasan dan sumber-sumber yang harus diberikan
kepada berbagai perusahaan transnasional untuk beroperasi. Pada saat yang sama
negara industri maju menuntut minimalisasi campur tangan pemerintah untuk
berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi. Upaya berbagai perusahaan untuk merebut
pasar bebas, deregulasi, dan privatisasi itu dimulai pada tingkat nasional dan
seterusnya diperluas ke tingkat internasional dengan menggunakan konsep pasar
bebas. Oleh
karena itu apabila usulan negara-negara industri diterima oleh negara-negara
Dunia Ketiga yang umumnya sebagai negara berkembang, maka mereka akan
kehilangan sebahagian besar dari hak mereka untuk mengatur ekonomi, lingkungan,
kesehatan dan bahkan kebudayaan mereka. Hak ini akan beralih kepada
perusahaan-perusahan yang diberi berbagai kebebasan dari campur tangan dan
intervensi negara di Negara Dunia Ketiga.
Menurut Martin Khor
Kok Peng, “dalam Perundingan Putaran Uruguay seharusnya yang diperjuangkan oleh
negara-negara Dunia Ketiga adalah perda-gangan yang adil, bukan perdagangan
bebas. Apa yang sangat dibutuhkan adalah tatanan ekonomi internasional yang
mengakui serta melayani berbagai kebutuhan pembangunannya, yaitu kebutuhan
untuk memproduksi berbagai produk yang dapat memenuhi kebutuhan dasar dan
kebutuhan manusiawi warga masyarakat, kebutuhan akan pembagian sumber daya yang
semakin adil dan merata, serta kebutuhan akan bentuk-bentuk pembangunan yang
berkelanjutan secara ekologis.
Sehubungan
dengan pendapat di atas, agar tata ekonomi dunia seperti itu dapat terwujud,
seharusnya negara-negara Utara (negara-negara industri) mengakui bahwa mereka
memiliki hutang historis yang besar terhadap Selatan (Dunia Ketiga) karena
selama berabad-abad mereka melakukan eksploitasi baik terhadap sumber daya
manusia, finansial, maupun sumberdaya alam negara-negara Selatan. Sebagai
akibat dari eksploitasi tersebut, negara-negara Selatan secara ekonomis tidak
mampu bersaing di bawah persyaratan yang sama dengan negara-negara industri
maju. Itulah sebabnya negara-negara Dunia Ketiga menganggap prinsip pembangunan
sebagai suatu konsep yang sangat penting untuk diikuti dalam Putaran Uruguay.
Mereka perlu diberi kesempatan untuk mengutamakan kebutuhan pembangunan mereka
sebagai prioritas dalam melakukan negosiasi mengenai syarat persetujuan dalam
berbagai bidang di dalam Putaran Uruguay.
Dalam
menghadapi persaingan yang cenderung akan semakin ketat, Indonesia memerlukan
kesiapan, terutama upaya peningkatan sumber daya manusia, efesiensi, teknologi,
dan kualitas produk, serta perbaikan sistem dan pranata hukum yang mampu
mendukung kegiatan bisnis yang semakin modern dan global.
Kondisi
interdependensi dan kebutuhan perdagangan antar bangsa memerlukan pengaturan
sesuai dengan norma-norma hukum ekonomi internasional, agar kelancaran
perdagangan lebih terjamin guna memajukan kondisi ekonomi suatu negara.
Banyaknya hambatan perdagangan yang selama ini telah menyebabkan kelesuan
ekonomi, sehingga disadari perlunya kesepakatan untuk memperlancar arus barang,
jasa maupun modal antar negara. Dengan dikuranginya atau dihapusnya hambatan
perdagangan antar negara, maka masing-masing negara akan saling berkompetisi
untuk merebut pasar negara lain, sekaligus juga mempertahankan pasar dalam
negeri.
Adanya
perdagangan internasional diharapkan dapat meningkat pertumbuhan ekonomi dunia
terutama bagi negara-negara berkembang berdasarkan prinsip-prinsip perdagangan
bebas yang tuangkan dalam GATT/WTO. Namun demikian, prinsip-prinsip tersebut
masih dirasakan tidak adil oleh negara-negara berkembang, maupun lembaga
swadaya masyarakat dan organisasi buruh di negara maju. Kebijaksanaan tersebut
bahkan kurang memperhatikan masalah lingkungan dan nasib tenaga kerja, akan
tetapi lebih memberikan peluang bagi negara maju untuk menguasai pasar dalam
negeri negara-negara berkembang. Sementara negara-negara maju tetap ingin
mempertahankan pasar dalam negerinya terhadap masuknya barang maupun jasa dari
negara berkembang.
Meskipun perdagangan bebas tidak selamanya memberikan
dampak positif terhadap kemajuan ekonomi negara berkembangan, namun Indonesia
tidak dapat menutup diri dari arus globalisasi dengan cara melakukan kebijakan
proteksionisme. Kepentingan bangsa dan negara kita ini tidak mungkin dapat
dicapai dengan cara menutup diri dari dunia luar. Globalisasi harus diterima
sebagai realitas masyarakat internasional kontemporer tidak dapat dihindari.
Oleh karena itu Indonesia harus ikut bermain di dalam perdagangan bebas untuk
bersaing dengan negara-negara lain, sehingga dapat mengenal kelemahan dan
kekuatan sendiri serta mampu memanfaatkannya.
Demikian pula dengan
para pembuat kebijakan hendaknya tidak lagi melihat dunia secara konfrontatif,
memandang negara-negara maju sebagai penjajah dan negara berkembang sebagai
terjajah, karena cara berpikir demikian tidak bermanfaat. Kecenderungan
negara-negara di dunia menerima perdagangan bebas, hampir semua negara adalah
anggota WTO atau tengah menunggu menjadi anggota. Negara-negara berkembang
telah menjadi anggota dari organisasi perdagangan internasional, baik global
maupun regional karena banyak manfaat yang dapat diperolehnya. Untuk menjamin
hak-hak dan kewajibannya yang sudah disepakati bersama, maka diperlukan
instrumen hukum yang dapat menyelesaikan permasa-lahan hukum bagi terwujudnya
sistem perdagangan yang bebas, tertib dan adil.[4]
C.
LANGKAH-LANGKAH
YANG HARUS DIAMBIL PEMERINTAH DALAM MENGANTISIPASI PASAR BEBAS
Langkah-langkah
yang harus diambil pemerintah dalam mengantisipasi pasar bebas adalah sebagai
berikut:
1. Dalam
era perdagangan bebas dan era globalisasi, setiap pembuat kebijakan dibidang
perdagangan internasional, demikian juga para pelaksana dilapangan, dituntut
untuk memiliki wawasan internasional. Dalam praktik, hal ini berarti penguasaan
instrumen-instrumen hukum internasional yang terkait dengan perumusan kebijakan
dan pelaksanaan kegiatan dilapangan
2. Dari
kecenderungan-kecenderungan yang telah berlangsung diarena internasional,
haruslah disadari bahwa kepentingan nasiaonal perlu diperjuangkan dengan lebih
baik dan aman dalam konteks saling ketergantungan semua bangsa, bukan dengan
cara saling melemparkan masalah kepada negara lain.
3. Dalam
era globalisasi, konsep kedaulatan harus dipergunakan dengan kearifan yang
tinggi mengingat konsep ini telah mengalami perubahan yang substansial.
Argumentasi negara berdaulat tidak dapat digunakan hanya sebagai alat untuk
menolak kewajiban internasional yang timbul dari suatu kesepatan multilateral
sebab jika dianut secara eksterm, argumentasi tersebut akan mencetuskan konflik
bahkan anarki di arena internasional.
4. Keanggotaan
Indonesia daslam WTO merupakan suatu kenyataan hukum yang membawa konsekuensi
dalam hak dan kewajiban. Untuk mengamankan hak-hak yang diperoleh dari
keanggotaan ini dalam jangka panjang adalah dengan cara memperkuat sistem
perdagangan multilateral yang telah disepakati mayoritas bangsa-bangsa ini.
Salah satu cara untuk memperkuat sistem ini adalah dengan bersikap konsisten
terhadapnya.
5. Sebagai
negara berkembang, Indonesia sangat berkepentingan agar hukum yang mengatur lalu
lintas perdagangan internasional benar-benar ditegakkan. Cara terbaik dalam
menangkal tindakan sepihak negara maju yang sering merugikan negara lemah
adalah berlindung dibalik norma-norma hukum. Namun, untuk itu Indonesia sendiri
harus terlebih dahulu menyiapkan norma-norma hukumnya yang sangat mendasar bagi
kegiatan ekonomi yang menyangkut hak milik dan lain-lain hak kebendaan serta
hukum kontrak, disamping lain-lain bidang hukum sektoral.
Menurut
hemat penulis, kemampuan Indonesia untuk dapat memenuhi kewajiban-kewajiban
dalam WTO sangat bergantung pada kemauan politik pemerintah karena beliau
percaya pada kemampuan bangsa dan masyarakat Indonesia untuk meningkatkan
martabatnya.
6. Salah
satu cara penegakan norma-norma hukum internasional adalah dengan mengoprasionalkan
mekanisme penyelesaian sengketa serta menerapkan putusan-putusan yang dicapai
secara efektif. Jika timbul perselisihan dagang dengan mitranya, lenih tepat
jika Indonesia memanfaatkan forum penyelesaian sengketa multilateral dari pada
penyelesaian secara bilateral yang berdasarkan pengalaman, biasanya diwarnai
dengan penekanan-penekanan pihak yang lebih besar.
7. Setelah
pemerintah peratifikasi perjanjian WTO sikap yang diambil oleh para pembuat
kebijakan sebaiknya diarahkan pada suatu situasi persamaan hak dan kewajiban
sebagai anggota WTO, mengingat Indonesia sebagai negara berkembang yang
terbiasa menerima perlakuan khusus akan segera berakhir sebagai akibat
keberhasilan program ekonomi bangsa.
8. Usaha
untuk menciptakan hubungan perdagangan yang saling menguntungkan dan tertib
menuntut pula penyesuaian-penyesuaian pada hukum dan peraturan
perundang-undangan nasioanal setiap negara yang terkait dengannya. Oleh karena
itu, salah satu tugas yang mendesak setelah Indonesia meratifikasi perjanjian
WTO adalah menginventarisasi lembaga.[5]
Komitmen Indonesia
Partisipasi
aktif negara-negara berkembang dalam putaran uruguay, termasuk Indonesia,
sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya sudah lebih nyata daripada
putaran-putaran perundingan sebelumnya. Beberapa unsur penting dari komitmen
Indonesia terdiri dari:
1. Tarifikasi
hambatan-hambatan nontarif dalam perdagangan hasil-hasil pertanian;
2. Perumusan
tarif tersebut;
3. Peningkatan
bagian terbesar tarif atas produk perindustrian, diantaranya 6848 posisi pada tingkat
40%, 688 posisi pada tingkat dibawah 40%;
4. Penghapusan
pada masa transisi hambatan nontarif dalam 98 posisi tarif dan penghapusan beas
masuk tambahan (surcharge) dalam 172
posisi tarif.[6]
Komitmen dan Langkah-langkah
Pemerintah Indonesia Mendukung Liberalisasi Perdagangan
1. Kerja
sama internasional dan prospek indonesia ke depan
Dalam
ketetapan MPR RI No.IV/MPR/1999 tentang GBHN 1999-2004, khususnya mengenai
”hubungan luar negeri” antara lain dijelaskan bahwa arah politik luar negeri
yang bebas aktif dan berorientasi berkepentingan, menitik beratkan pada
solidaritas antar negara berkembang, mendukung perjuangan kemerdekaan
bangsa-bangsa, menolak penjajahan dalam segala bentuk, serta meningkatkan
kemandirian bangsa dan kerja sama internasional bagi kesejahteraan rakyat.
Sehubung
dengan priunsip yang terkandung dalam GBHN tersebut, maka untuk mewujudkan
tatanan dunia baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial,
indonesia perlu menggalang kerja sama internasional, disegala bidang termasuk kerja
sama dibidang hukum dan ekonomi dalam upaya menunjang dan mempercepat
pelaksanaan pembangunan nasional. Salah satu sektor yang sedang dan terus
digalakan oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasioanal adalah sektorn perdagangan dan industri, yang mengarah pada
peningkatan ekpor nonmigas, peningkatan daya saing, serta perluasan pasar luar
negri. Dalam mernghadapi perkembangan, perubahan, dan kecenderungan global
serta memanfaatkan peluang yang ada, indonesia terus berusaha ikut serta dalam
upaya meningkatkan kerja sama antar negara untuk mempercepat terwujudnya
pertumbuhan ekonomi, yakni melalui sistem perdagangan internasional yang
terbuka, adil, dan tertib, serta bebas dari hambatan dan pembatasan yang selama
ini dinilai tidak menguntungkan perkembangan perdagangan internasional.
Hubungan kerja sama tersebut selanjutnya diharapkan dapat memberikan pengaruh
positif terhadap pertumbuhan ekonomi, pemerataan, dan stabilitas nasional yang
merupakan tujuan pembangunan nasional.
Dalam
rangka hubungan ekonomi dan perdagangan internasional, keberhasilan indonesia
meningkatkan ekspor dan pembangunan nasional juga akan tergantung pada
perkembangan tatanan ekonomi dunia serta kemantapan sistem perdagangan
internasional disamping kemampuian penyusun ekonomi nasional terhadap
perkembangan yang ada. Salah satu faktor yang mempengaruhi perekonomian dunia
adalah tatanan atau sistem yang merupakan dasar dalam perkembangan perdagangan
antar negara. Tatanan yang dimaksud
adalah general agremen on tariff and trade ( GATT. Dalam pelaksanaan
pembangunan nasional, khususnya dibidang ekonomi dibutuhkan upaya-upaya untuk
mampu meningkatkan, memperluas, memantapkan, dan mengamankan pasar bagi segala
produk, baik barang maupun jasa, termasuk aspek investasi dan hak atas kekayaan
intelektual yang berkaitan dengan perdagangan serta meningkatkan kemampuan daya
saing terutama dalam perdangan internasional. untuk mendukung tujuan tersebut,
maka pemerintah indonesia memutuskan untubv mengesahkan UU No. 7 Tahun 1994
Tentang Agreement on Establishing the World Trade Organitation (
persetujuan berdirinya organisasi perdagangan dunia ) pada 2 November 1994.[7]
Dalam perdagangan internasional atau perdagangan bebas, suatu kebijakan
dari pihak pemerintah perlu diberlakukan untuk tercapainya suatu pertumbuhan
ekonomi dan stabilitas yang selalu berarah positif, disini ada beberapa
kebijakan dari pemerintah dalam perdagangan international atau perdagangan
bebas.
a.
Bea Cukai
b.
Pajak
c.
Tarif
d.
Quota
e.
Penunjukan Importir
f.
Subtitusi Impor
Alasan
diadakannya perdagangan International atau perdagangan Bebas yaitu :
1.
Teori Klasik yang membahas tentang suatu
keungulan Absolut yang dikemukakan oleh adam smith serta tentang
efisiensi,ongkos produksi yang dikemukakan oleh david ricardo
2.
Teori Moderen yang menyatakan faktor
produksi pada modal dan jumlah tenaga kerja yang banyak.
Dalam perdangan international atau perdagangan bebas dalam kegiatan expor
harus mengambil suatu tindakan ataupun suatu kebijakan dalam mengatur laju
masuk keluarnya barang barang yang datang dari luar negara, beberapa kebijakan
dalam mengatur laju expor yaitu dengan cara :
1. Diversifikasi
a)
Memperluas Pangsa pasar
b)
Perbaikan Mutu
c)
Menambah jenis barang
2.
Devaluasi yaitu
kebijakan dalam hal menurunkan nilai mata uang
3.
Subsidi + Premi Expor
4.
Kestabilan harga harga
didalam negeri
Beberapa bentuk upaya antisipasi yang belum
maupun sudah ditempuh Indonesia
antara lain:
a.
Memberikan
pendidikan kepada masyarakat untuk lebih mencintai produk dalam negeri dengan terus meningkatkan
mutu produk-produk dalam negeri agar lebih
berkualitas. Misalnya dengan menggiatkan program Aku Cinta Produk Indonesia (ACI ).
b.
Melakukan
negosiasi ulang kesepakatan perdagangan bebas itu atau minimal menundanya, terutama untuk
sektor-sektor yang belum siap.
c.
Melakukan
seleksi produk untuk melindungi industri nasional.
d.
Mencabut
pungutan retribusi yang memberatkan dunia usaha di daerah, agar industri lokal menjadi lebih
kompetitif.
e.
Pengetatan
pemeriksaan barang masuk di pelabuhan harus dilakukan juga, karena negara lain juga melakukan hal
yang sama.
f.
Memberikan
kemudahan dalam bentuk pendanaan, dengan cara kredit usaha dengan bunga yang rendah.
g.
Mengaktifkan
rambu-rambu nontarif, seperti pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI), ketentuan
label, dan sejumlah peraturan lainnya terkait
dengan pengamanan pasar dalam negeri.
h.
Memperbaiki
berbagai kebijakan ekonomi untuk menghadapi perdagangan bebas.
Kebaikan
Ekonomi Pasar Bebas
Para ahli ekonomi konvensional
mempercayai bahwa pasar bebas memiliki kebaikan-kebaikan antara lain :
1.
Faktor produksi akan digunakan secara efisien.
Efisiensi faktor produksi terdiri dari efisiensi alokatif dan produktif. Efisiensi alokatif mencapai
efisien bila tingkat harga= ongkos marginal. Efisiensi produktif
akan dicapai bila ongkos produksi sebuah barang suatu perusahaan mencapai
ongkos produksi minimum atau titik paling rendah dari Ac. Ongkos paling minimum
ini akan dihasilkan bila pasar dalam keadaan sempurna.
2.
kegiatan –kegiatan ekonomi dalam pasar diatur dan
diselaraskan dengan efisien. Dengan berbagai barang yang ada dipasar dan
berbagai pasar, maka perubahan yang terjadi akan mendorong kegiatan-kegiatan
ekonomi menjadi efisien. Banyak ahli yakin bahwa pasar bebas akan membuat
penyesuaian dengan sendirinya tanpa pengaturan dari manapun.
3.
Pertumbuhan ekonomi yang mapan akan dapat diwujudkan.
Dengan kebebasan individu menjalankan kegiatan ekonominya, maka akan mendorong
pertumbuhan ekonomi lebih efisien.Hal ini terdorong oleh semakin giatnya
individu dalam melakukan produktifitanya, melakukan inovasi, dan
langkah-langkah untuk memenangkan persaingan.
4.
Pelaku kegiatan ekonomi diberi kebebasan untuk
melakukan kegiatan ekonomi yang disukainya.
Kegagalan Ekonomi Pasar Bebas
Pasar bebas disamping memiliki kelebihan namun disisi
lain terdapat kegagalan yang bersumber dari beberapa faktor :
·
factor eksternal yang merugikan. Factor eksternaliti
yang merugikan adalah bilamana ongkos social lebih tinggi daripada ongkos
pribadi (ongkos yang dibelanjakan produsen atau factor-faktor produksi guna
menghasilkan barang).sistim pasar bebas tidak dapat mencegah timbulnya ongkos
social seperti pencemaran, polusi dan lain-lain
·
Kekurangan barang Publik dan Barang merit. Yang
dimaksud dengan barang public adalah barang yang penggunaannnya secara
berssama-sama seperti pembangunan jalan, televisi dan lain-lain. Sedangkan
barang merit adalah barang yang sangat diperlukan oleh masyarakat dan sangat
penting bagi kemakmuran masyarakat.
·
Distribusi pendapatan yang tidak merata. Salah satu
kelemahan dalam sistim pasar bebas adalah kecenderungan menciptakan distribusi
pendapatan yang tidak merata apabila perekonomian semakin
berkembang.Perekonomian pasar cenderung memberikan return lebih besar kepada
pihak-pihak yang bekerja lebih efisien, giat,pandai,memiliki ketrampilan,dan
pemikiran yang kreatif.
Campur tangan Pemerintah Dalam Pasar
Bebas
Beberapa kegagalan dari pasar bebas
yang seperti dijelaskan diatas,menuntut para ahli ekonomi berfikir tentang
campur tangan pemerintah dalam pasar untuk pengaturan kegiatan ekonomi. Campur
tangan pemerintah dimaksudkan dengan tujuan :
- Mengawasi agar akibat ekstern kegiatan ekonomi yang merugikan dapat dihindari
- Menyediakan barang public yang cukup hingga masyarakat dapat membelinya dengan mudah dan murah
- Mengawasi kegiatan-kegiatan perusahaan, terutama perusahaan yang besar yang dapat mempengaruhi pasar
- Menjamin agar kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak menimbulkan ketidaksetaraan dalam masyarakat
- Memastikan pertumbuhan ekonomi dapat diwujudkan secara efisien
Campur tangan pemerintah dalam
ekonomi dapat dilakukan dalam tiga bentuk yaitu:
a) Membuat undang-undang.
Undang-undang diperlukan untuk mempertinggi efisiensi mekanisme pasar,
menciptakan dasaran social ekonomi dan menciptakan pertandingan bebas sehingga
tidak ada kekuatan monopoli.
b) Secara
langsung melakukan kegiatan ekonomi (mendirikan perusahaan) dengan produksi
barang publik
c) Melakkukan
kebijakkan fiskal dan moneter. Kebijakkan fiscal diperlukan masyarakat bahwa
pemerintah dapat menetapkan anggran belanja dan penerimaan Negara secara
seimbang. Kebijakkan moneter diperlukan untuk mengendalikan tingkat harga-harga
agar tetap stabil. Akan tetapi pada akhirnya kebijakkan moneter adalah peranan
uang dalam kegiatan ekonomi. Kebijakkan fiskal dan moneter dapat digunakan oleh
pemerintah dengan tujuan :
·
Mempertinggi efisiensi penggunaan faktor produksi.
·
Meratakan Disribusi Pendapatan
·
Mengatasi masalah-masalah makroekonomi yang selalu
timbul yaitu, pengangguran,inflasi dan lain-lain.[8]
BAB
III
KESIMPULAN
1.
Indonesia
dalam hal ini mendukung dengan perdagangan bebas dengan menjadi anggota GATT
dan WTO Indonesia
mengakui bahwa sejak tahun 1948 aturan-aturan GATT telah terbukti mempunyai
peranan besar dalam mengembangkan perdagangan internasional. Manfaat yang
dirasakan indonesia dari pengaturan GATT adalah keberhasilan dalam
mengembangkan ekspor, terutama ekspor nonmigas. Indonesia telah menjadi anggota
GATT sejak awal, sebagai mana negara yang memiliki kondisi khusus, memerlukan
perlakuan yang berbeda. Secara utuh ini berarti kewajiban yang lebih lemah
dalam membuat konsensi disatu pihak dan hak atas konsesi yang lebih akomodatif
dari negara industri.
2. Kami simpulkan yang kontra terhadap pasar bebas
yakni Pasar bebas
akan menggagalkan cita-cita mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Pasar bebas dapat mengganjal cita-cita Proklamasi Kemerdekaan untuk
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Pasar bebas tidak mampu memihak kepada bekas kaum
Inlander (kaum terjajah) yang jauh di bawah martabat kaum Eropah dan Timur
Asing.
Pasar bebas menutup hak demokrasi ekonomi rakyat, yang
miskin tanpa daya beli akan menjadi penonton belaka, berada di luar pagarpagar
transaksi ekonomi. Yang pro terhadap
pasar bebas mengemukakan bahwa Adanya
perdagangan internasional diharapkan dapat meningkat pertumbuhan ekonomi dunia
terutama bagi negara-negara berkembang berdasarkan prinsip-prinsip perdagangan
bebas yang tuangkan dalam GATT/WTO.
3.
Langkah-langkah yang harus diambil pemerintah dalam mengantisipasi pasar bebas
adalah sebagai berikut:
1. Dalam
era perdagangan bebas dan era globalisasi, setiap pembuat kebijakan dibidang
perdagangan internasional, demikian juga para pelaksana dilapangan, dituntut
untuk memiliki wawasan internasional. Dalam praktik, hal ini berarti penguasaan
instrumen-instrumen hukum internasional yang terkait dengan perumusan kebijakan
dan pelaksanaan kegiatan dilapangan
2. Dari
kecenderungan-kecenderungan yang telah berlangsung diarena internasional,
haruslah disadari bahwa kepentingan nasiaonal perlu diperjuangkan dengan lebih
baik dan aman dalam konteks saling ketergantungan semua bangsa, bukan dengan
cara saling melemparkan masalah kepada negara lain.
3. Dalam
era globalisasi, konsep kedaulatan harus dipergunakan dengan kearifan yang
tinggi mengingat konsep ini telah mengalami perubahan yang substansial.
Argumentasi negara berdaulat tidak dapat digunakan hanya sebagai alat untuk
menolak kewajiban internasional yang timbul dari suatu kesepatan multilateral
sebab jika dianut secara eksterm, argumentasi tersebut akan mencetuskan konflik
bahkan anarki di arena internasional.
4. Keanggotaan
Indonesia daslam WTO merupakan suatu kenyataan hukum yang membawa konsekuensi
dalam hak dan kewajiban. Untuk mengamankan hak-hak yang diperoleh dari
keanggotaan ini dalam jangka panjang adalah dengan cara memperkuat sistem
perdagangan multilateral yang telah disepakati mayoritas bangsa-bangsa ini.
Salah satu cara untuk memperkuat sistem ini adalah dengan bersikap konsisten
terhadapnya.
SARAN
1. Menurut
kelompok kami peran pemerintah dalam mengantisipasi perdagangan bebas kurang
maksimal dalam melakukan hubungan bilateral maupun multilateral terhadap negara
negara maju dalam bidang impor maupun ekspor seharusnya pemerintah lebih
mengoptimalkan produk” dalam negri sehingga dapat bersaing di pasar bebas.
2. Walapun
banyak pro dan kontra terhadap perdagangan bebas kita ambil positifnya atas
kebijakan pemerintah dalam menjadi anggota GATT dan WTO agar program program
pemerintah lebih banyak menghasilkan sikap pro terhadap ekonomi masyarakat dan
mampu eksistensi dalam menghadapi pasar bebas.
3. Menurut
kami langkah langkah yang diambil oleh pemerintah dalam perdagangan bebas belum
optimal dalam praktiknya karna seperti yang kita ketahui bersama saat ini
produk produk lokal tidak mampu bersaing lagi contoh : beras, kedelai , daging
saat ini kita telah impor dari negara negara lain seharusnya saat ini
pemerintah memberikan program program di bidang pertanian maupun perdagangan
memperhatikan yakni seperti pelatihan dan peningkatan bibit lokal.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Huala
Adolf.2004. “Hukum Perdagangan Internasional” JAKARTA: Rajawali Pers
2.
Ade Maman
Suherman. 2004. Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global. Bogor : Ghalia
Indonesia
Indonesia
3.
Chairil Anwar.
1999. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta : Novindo Pustaka
Mandiri.
Mandiri.
4.
Huala Adolf.
2003. Arbitrase Komersial Internasional. Cet 3. Jakarta : Rajagrafindo.
[1]
Lihat Djisman S. Simanjuntak dan Merto G. Pangestu, “Esensi Putaran Uruguay”,
Seminar Benang Merah Putaran Uruguay GATT, Peluang dan Tantangan bagi Bisnis
Indonesia, Jakarta, 14 Juni 1994
[2] J. Soedrajat Djiwandono, “Dumping” dan
“Anti-Dumping” dan Perdagangan Internasional,
[3].file:///E:/tugas%20semester%205/hukum%20perdagangan/Lautty%20Cerry%20%20Perdagangan%20Internasional%20dalam%20Sistem%20GATT%20WTO.htm
[4].file:///E:/tugas%20semester%205/hukum%20perdagangan/Lautty%20Cerry%20%20Perdagangan%20Internasional%20dalam%20Sistem%20GATT%20WTO.htm
[5]
Lihat Konsideran UU No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing
the World Trade Organization.
[6]
Djisman S. Simanjuntak, et-al., loc. Cit
[7].
Ibid., hlm. 85.
[8]
Bagian ini diambil dari Darianto Harsono dkk. (Tim Penyusun), op.cit., 2-3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar